Hukum Akikah Anak Lahir Di Luar Nikah
Assalamualaikum. Afwan, saya mau bertanya, jika anak di luar nikah sudah diakikahkan, tetapi waktu penyembelihan hewan itu memakan bin ayah biologisnya, apakah akikah tersebut tidak sah sehingga harus diakikah ulang? Syukron atas jawabannya!
Jawaban:
Bismillaah, wa-l hamdu lillaah, wa-sh shalaatu wa-s salaamu alaa man laa nabiyya ba’dah, ammaa ba’d…
Wa’alaykassalaam wa rahmatullaah saudaraku penanya.
Pertama, masalah akikah, para ulama mengatakan bahwa syarat sah akikah adalah syarat sah kurban. Baik dari segi niat, usia hewan, jenis hewan, dan poin-poin lainnya.
Dan yang disyaratkan untuk sahnya kurban dan akikah adalah penentuan niat, bahwa hewan yang akan disembelih ini adalah diniatkan untuk berkurban, atau pun menunaikan akikah, tidak disembelih begitu saja tanpa niat. (Lihat: Al-Majmu’, karya An-Nawawi, Bab Sembelihan dan Bab Akikah)
Adapun penyebutan nama tertentu, maka hukumnya hanyalah mustahab, dan tidak mempengaruhi keabsahan akikah tersebut, sebagaimana para ulama’ juga tidak pernah menaskan bahwa penyebutan nama merupakan syarat sah kurban atau pun akikah.
An-Nawawi –rahimahullah– mengatakan:
يُسْتَحَبُّ أَنْ يُسَمِّيَ اللهَ عِنْدَ ذَبْحِ العَقِيْقَةِ، ثُمَّ يَقُوْلُ: اللّهُمَّ لَكَ وَإِلَيْكَ عَقِيْقَةُ فُلَانٍ.
“Dan di-mustahab-kan agar ia menyebut nama Allah ketika hendak menyembelih hewan untuk akikah, sembari mengatakan: Ya Allah, ini kupersembahkan akikahnya si fulan hanya diniatkan tulus untukMu.”
Adapun anak yang lahir di luar nikah, maka ada perincian dalam penisbahan nasabnya, apakah kepada sang ayah ataukah sang ibu. Perincian tersebut ditinjau dari status si wanita saat melahirkan si anak tersebut.
Jika si wanita dalam keadaan sudah menikah, maka para ulama sepakat bahwa si anak dinisbahkan kepada sang suami. Konsensus ini dinukil oleh beberapa ulama, di antaranya Ibn Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni. Dan ijmak ini berdasarkan sabda Nabi –shallallaahu alaihi wa sallam– dalam hadis Aisyah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الحَجْرُ
“Si anak dinisbahkan kepada (pemilik) ranjang/kasur (si suami), dan si pezina tidak mendapatkan apa-apa melainkan celaan dan kerugian.”
Adapun jika si wanita saat itu belum menikah, maka ada silang pendapat dalam kondisi ini, namun yang kuat adalah bahwa si anak –baik anak laki-laki maupun anak perempuan- dinisbahkan kepada si ibu, bukan kepada si lelaki. Ini adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama, di antara mereka adalah Ibn Qudamah, Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, dan Syaikh Al-Utsaimin.
Jadi kesimpulannya, akikah tersebut sah, dan tidak perlu diulang kembali. Dan jika terjadi pada kasus lainnya –wa-l iyaadzu billaah-, dan ingin diakikahkan dengan penyebutan nama si anak beserta nasabnya, maka ketentuannya seperti yang telah dijelaskan di atas.
Sebagai tambahan faidah, tidak diperkenankan menyebut anak yang lahir di luar nikah dengan “anak zina”, dan ia memiliki hak yang sama seperti anak-anak muslim lainnya yang lahir dengan ikatan pernikahan.
Wallaahu-l Muwaffiq ilaa aqwami-th thariiq, wa Huwa A’laa wa Ajallu wa A’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ustadz Muhammad Afif Naufaldi (Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/35606-hukum-akikah-anak-lahir-di-luar-nikah.html